Dalam ilmu komputer, kernel adalah suatu perangkat lunak yang menjadi bagian utama dari sebuah sistem operasi. Tugasnya melayani bermacam program aplikasi untuk mengakses perangkat keras komputer secara aman.
Karena akses terhadap
perangkat keras
terbatas, sedangkan ada lebih dari satu program yang harus dilayani
dalam waktu yang bersamaan, maka kernel juga bertugas untuk mengatur
kapan dan berapa lama suatu program dapat menggunakan satu bagian
perangkat keras tersebut. Hal tersebut dinamakan sebagai
multiplexing.
Akses kepada perangkat keras secara langsung merupakan masalah yang
kompleks, oleh karena itu kernel biasanya mengimplementasikan sekumpulan
abstraksi hardware.
Abstraksi-abstraksi tersebut merupakan sebuah cara untuk menyembunyikan
kompleksitas, dan memungkinkan akses kepada perangkat keras menjadi
mudah dan seragam. Sehingga abstraksi pada akhirnya memudahkan pekerjaan
programer.
Untuk menjalankan sebuah komputer kita tidak harus menggunakan kernel sistem operasi. Sebuah program dapat saja langsung di
load
dan dijalankan di atas mesin 'telanjang' komputer, yaitu bilamana
pembuat program ingin melakukan pekerjaannya tanpa bantuan abstraksi
perangkat keras atau bantuan sistem operasi. Teknik ini digunakan oleh
komputer generasi awal, sehingga bila kita ingin berpindah dari satu
program ke program lain, kita harus mereset dan me
load kembali program-program tersebut.
Beberapa desain kernel
Beberapa desain kernel sistem operasi
Sebuah kernel sistem operasi tidak bisa di contoh dan dibutuhkan
untuk menjalankan sebuah komputer. Program dapat langsung dijalankan
secara langsung di dalam sebuah mesin (contohnya adalah
CMOS Setup) sehingga para pembuat program tersebut membuat program tanpa adanya dukungan dari sistem operasi atau
hardware abstraction.
Cara kerja seperti ini, adalah cara kerja yang digunakan pada zaman
awal-awal dikembangkannya komputer (pada sekitar tahun 1950). Kerugian
dari diterapkannya metode ini adalah pengguna harus melakukan reset
ulang komputer tersebut dan memuatkan program lainnya untuk berpindah
program, dari satu program ke program lainnya. Selanjutnya, para pembuat
program tersebut membuat beberapa komponen program yang sengaja
ditinggalkan di dalam komputer, seperti halnya
loader atau
debugger, atau dimuat dari dalam ROM (
Read-Only Memory).
Seiring dengan perkembangan zaman komputer yang mengalami akselerasi
yang signifikan, metode ini selanjutnya membentuk apa yang disebut
dengan kernel sistem operasi.
Selanjutnya, para arsitek sistem operasi mengembangkan kernel sistem
operasi yang pada akhirnya terbagi menjadi empat bagian yang secara
desain berbeda, sebagai berikut:
- Kernel monolitik. Kernel monolitik mengintegrasikan banyak fungsi di dalam kernel dan menyediakan lapisan abstraksi perangkat keras secara penuh terhadap perangkat keras yang berada di bawah sistem operasi.
- Mikrokernel. Mikrokernel menyediakan sedikit saja dari abstraksi perangkat keras dan menggunakan aplikasi yang berjalan di atasnya—yang disebut dengan server—untuk melakukan beberapa fungsionalitas lainnya.
- Kernel hibrida. Kernel hibrida adalah pendekatan desain microkernel yang dimodifikasi. Pada hybrid kernel, terdapat beberapa tambahan kode di dalam ruangan kernel untuk meningkatkan performanya.
- Exokernel. Exokernel menyediakan hardware abstraction
secara minimal, sehingga program dapat mengakses hardware secara
langsung. Dalam pendekatan desain exokernel, library yang dimiliki oleh
sistem operasi dapat melakukan abstraksi yang mirip dengan abstraksi
yang dilakukan dalam desain monolithic kernel.
Kernel monolitik
Pendekatan
kernel monolitik didefinisikan sebagai sebuah antarmuka virtual yang berada pada tingkat tinggi di atas
perangkat keras, dengan sekumpulan primitif atau
system call untuk mengimplementasikan layanan-layanan
sistem operasi, seperti halnya manajemen proses, konkurensi (
concurrency), dan
manajemen memori pada modul-modul kernel yang berjalan di dalam mode supervisor.
Meskipun jika setiap modul memiliki layanan operasi-operasi tersebut
terpisah dari modul utama, integrasi kode yang terjadi di dalam
monolithic kernel sangatlah kuat, dan karena semua modul berjalan di
dalam
address space yang sama, sebuah
bug dalam salah satu
modul dapat merusak keseluruhan sistem. Akan tetapi, ketika
implementasi dilakukan dengan benar, integrasi komponen internal yang
sangat kuat tersebut justru akan mengizinkan fitur-fitur yang dimiliki
oleh sistem yang berada di bawahnya dieksploitasi secara efektif,
sehingga membuat sistem operasi dengan
monolithic kernel sangatlah efisien—meskipun sangat sulit dalam pembuatannya.
Pada sistem operasi modern yang menggunakan
monolithic kernel, seperti halnya
Linux,
FreeBSD,
Solaris, dan
Microsoft Windows, dapat memuat modul-modul yang dapat dieksekusi pada saat
kernel
tersebut dijalankan sehingga mengizinkan ekstensi terhadap kemampuan
kernel sesuai kebutuhan, dan tentu saja dapat membantu menjaga agar kode
yang berjalan di dalam ruangan kernel (
kernel-space) seminim mungkin.
Di bawah ini ada beberapa sistem operasi yang menggunakan
Monolithic kernel:
Mikrokernel
Pendekatan
mikrokernel berisi sebuah abstraksi yang sederhana terhadap
hardware, dengan sekumpulan primitif atau
system call yang dapat digunakan untuk membuat sebuah sistem operasi agar dapat berjalan, dengan layanan-layanan seperti manajemen
thread, komunikasi antar
address space, dan komunikasi antar
proses. Layanan-layanan lainnya, yang biasanya disediakan oleh kernel, seperti halnya dukungan
jaringan, pada pendekatan
microkernel justru diimplementasikan di dalam ruangan pengguna (
user-space), dan disebut dengan
server.
Server atau disebut sebagai
peladen adalah sebuah
program,
seperti halnya program lainnya. Server dapat mengizinkan sistem operasi
agar dapat dimodifikasi hanya dengan menjalankan program atau
menghentikannya. Sebagai contoh, untuk sebuah mesin yang kecil tanpa
dukungan jaringan, server jaringan (istilah
server di sini tidak
dimaksudkan sebagai komputer pusat pengatur jaringan) tidak perlu
dijalankan. Pada sistem operasi tradisional yang menggunakan
monolithic kernel,
hal ini dapat mengakibatkan pengguna harus melakukan rekompilasi
terhadap kernel, yang tentu saja sulit untuk dilakukan oleh pengguna
biasa yang awam.
Dalam teorinya,
sistem operasi yang menggunakan
microkernel disebut jauh lebih stabil dibandingkan dengan
monolithic kernel, karena sebuah
server yang gagal bekerja, tidak akan menyebabkan
kernel menjadi tidak dapat berjalan, dan
server tersebut akan dihentikan oleh kernel utama. Akan tetapi, dalam prakteknya, bagian dari
system state
dapat hilang oleh server yang gagal bekerja tersebut, dan biasanya
untuk melakukan proses eksekusi aplikasi pun menjadi sulit, atau bahkan
untuk menjalankan server-server lainnya.
Sistem operasi yang menggunakan
microkernel umumnya secara dramatis memiliki kinerja di bawah kinerja sistem operasi yang menggunakan
monolithic kernel. Hal ini disebabkan oleh adanya
overhead yang terjadi akibat proses input/output dalam
kernel yang ditujukan untuk mengganti konteks (
context switch) untuk memindahkan data antara aplikasi dan server.
Beberapa sistem operasi yang menggunakan microkernel:
- IBM AIX, sebuah versi UNIX dari IBM
- Amoeba, sebuah kernel yang dikembangkan untuk tujuan edukasi
- Kernel Mach, yang digunakan di dalam sistem operasi GNU/Hurd, NexTSTEP, OPENSTEP, dan Mac OS/X
- Minix, kernel yang dikembangkan oleh Andrew Tanenbaum untuk tujuan edukasi
- Symbian OS, sebuah sistem operasi yang populer digunakan pada hand phone, handheld device, embedded device, dan PDA Phone.
Kernel hibrida
Kernel hibrida aslinya adalah mikrokernel yang memiliki kode yang tidak menunjukkan bahwa kernel tersebut adalah mikrokernel di dalam ruangan
kernel-nya. Kode-kode tersebut ditaruh di dalam ruangan
kernel agar dapat dieksekusi lebih cepat dibandingkan jika ditaruh di dalam ruangan
user.
Hal ini dilakukan oleh para arsitek sistem operasi sebagai solusi awal
terhadap masalah yang terjadi di dalam mikrokernel: kinerja.
Beberapa orang banyak yang bingung dalam membedakan antara kernel
hibrida dan kernel monolitik yang dapat memuat modul kernel setelah
proses booting,
dan cenderung menyamakannya. Antara kernel hibrida dan kernel monolitik
jelas berbeda. Kernel hibrida berarti bahwa konsep yang digunakannya
diturunkan dari konsep desain kernel monolitik dan mikrokernel. Kernel
hibrida juga memiliki secara spesifik memiliki teknologi pertukaran
pesan (
message passing) yang digunakan dalam mikrokernel, dan
juga dapat memindahkan beberapa kode yang seharusnya bukan kode kernel
ke dalam ruangan kode kernel karena alasan kinerja.
Di bawah ini adalah beberapa sistem operasi yang menggunakan kernel hibrida:
Exokernel
Sebenarnya, Exokernel bukanlah pendekatan kernel sistem operasi yang
umum—seperti halnya microkernel atau monolithic kernel yang populer,
melainkan sebuah struktur sistem operasi yang disusun secara vertikal.
Ide di balik exokernel adalah untuk memaksa abstraksi yang dilakukan
oleh developer sesedikit mungkin, sehingga membuat mereka dapat memiliki
banyak keputusan tentang abstraksi hardware. Exokernel biasanya
berbentuk sangat kecil, karena fungsionalitas yang dimilikinya hanya
terbatas pada proteksi dan penggandaan sumber daya.
Kernel-kernel klasik yang populer seperti halnya monolithic dan
microkernel melakukan abstraksi terhadap hardware dengan menyembunyikan
semua sumber daya yang berada di bawah hardware abstraction layer atau
di balik driver untuk hardware. Sebagai contoh, jika sistem operasi
klasik yang berbasis kedua kernel telah mengalokasikan sebuah lokasi
memori untuk sebuah hardware tertentu, maka hardware lainnya tidak akan
dapat menggunakan lokasi memori tersebut kembali.
Exokernel mengizinkan akses terhadap hardware secara langsung pada
tingkat yang rendah: aplikasi dan abstraksi dapat melakukan request
sebuah alamat memori spesifik baik itu berupa lokasi alamat physical
memory dan blok di dalam hard disk. Tugas kernel hanya memastikan bahwa
sumber daya yang diminta itu sedang berada dalam keadaan kosong—belum
digunakan oleh yang lainnya—dan tentu saja mengizinkan aplikasi untuk
mengakses sumber daya tersebut. Akses hardware pada tingkat rendah ini
mengizinkan para programmer untuk mengimplementasikan sebuah abstraksi
yang dikhususkan untuk sebuah aplikasi tertentu, dan tentu saja
mengeluarkan sesuatu yang tidak perlu dari kernel agar membuat kernel
lebih kecil, dan tentu saja meningkatkan performa.
Exokernel biasanya menggunakan library yang disebut dengan libOS
untuk melakukan abstraksi. libOS memungkinkan para pembuat aplikasi
untuk menulis abstraksi yang berada pada level yang lebih tinggi,
seperti halnya abstraksi yang dilakukan pada sistem operasi tradisional,
dengan menggunakan cara-cara yang lebih fleksibel, karena aplikasi
mungkin memiliki abstraksinya masing-masing. Secara teori, sebuah sistem
operasi berbasis Exokernel dapat membuat sistem operasi yang berbeda
seperti halnya
Linux,
UNIX, dan
Windows dapat berjalan di atas sistem operasi tersebut.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kernel_%28ilmu_komputer%29